has abstract
| - Kameçvara or Kameçwara also known as Kameshwara was the eighth monarch of Kediri Kingdom part of Indonesia now and ruled circa 1182–1194 His formal stylized name was Çri Maharaja Rake Sirikan çri Kameçvara Sakalabhuvanatustikarana Sarvanivaryyaviryya Parakrama Digjayottunggadeva in addition, during the reign of Sri Kameswara, a poet named Mpu Dharmaja wrote Kakawin Smaradahana, which contains the story of the birth of Ganesha, the elephant-headed god who became the symbol Lanchana (royal seal) of his reign and of the Kediri Kingdom as stated in the inscriptions. Tradition mentioned King Kameshwara as a man of prowess and a strikingly handsome man. His name derived from Kama-ishvara, another name of Kamadeva, the Hindu god of love and desire. His queen consort Çri Kirana was also mentioned as a woman with extraordinary beauty. Kameshvara was the prince of Kediri, while Çri Kirana was the princess of Kahuripan. The royal marriage between Kameshwara and Kirana was celebrated as the reunification of Java, between Kediri (Panjalu) and Kahuripan (Janggala), marking the reunification of former Airlangga's kingdom. In 1194 Kameshwara was succeeded by King Kertajaya. (en)
- Sri Bameswara adalah raja Panjalu yang memerintah sekitar tahun 1112-1135. Nama gelar abhisekanya ialah Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Bameswara Sakalabhuwana Tustikarana Sarwaniwariwirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa. Tidak diketahui dengan pasti kapan Sri Bameswara naik tahta Kerajaan Panjalu. Pada masa pemerintahan Maharaja Sri Bameswara sendiri, sedikitnya meninggalkan sepuluh prasasti penting tentang perkembangan Jawa di bagian timur kala itu diantaranya berikut:
* , di temukan di Desa Karanggayam, Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar, dari ambang pintunya diketahui berangka tahun 1034 saka (1112 M).
* Prasasti Pandlegan I berangka tahun 1038 saka (1117 Masehi) dari Desa Pikatan, Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar, di mana ia menyebut dirinya sebagai "Sang Juru Panjalu". Prasasti tersebut berisi penetapan desa Padlegan sebagai sima swatantra (daerah bebas pajak) karena kesetiaan penduduknya dalam membantu perjuangan raja.
* Prasasti Panumbangan berangka tahun 1042 saka (1120 Masehi) dari Desa Plumbangan, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar. tentang permohonan penduduk desa Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang di atas batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jitendrakara.
* Prasasti Geneng I berangka tahun 1050 saka (1128 Masehi) dari Desa Brumbung, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri.
* Prasasti Candi Tuban berangka tahun 1051 saka (1129 Masehi) dari Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung.
* Prasasti Tangkilan berangka tahun 1052 saka (1130 Masehi) dari Dukuh Tangkilan, Desa Padangan, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri.
* Prasasti Besole berangka tahun 1054 saka dari Dukuh Besole, Desa Demangan, Kecamatan Suruwadang, Kabupaten Blitar.
* Prasasti Pagiliran berangka tahun 1056 saka dari Desa Jajar, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar (Suhadi & Kartakusuma, 1996: 25).
* Prasasti Karangrejo, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar berangka tahun 1056 saka namun tidak ada nama Rajanya.
* Prasasti Bameswara koleksi Museum Airlangga berangka tahun 1057 saka. Tidak diketahui pula dengan pasti kapan Sri Bameswara turun takhta. Raja selanjutnya yang memerintah Panjalu berdasarkan prasasti Ngantang tahun 1135 M adalah Sri Maharaja Jayabhaya, raja yang akan membawa Kerajaan Panjalu memasuki zaman keemasannya. (in)
|