Javanese poetry (poetry in the Javanese or especially the Kawi language; Low Javanese: tembang; High Javanese: sekar) is traditionally recited in song form. The standard forms are divided into three types, sekar ageng, sekar madya, and sekar macapat, also common with the ngoko terms: tembang gedhé, tembang tengahan, and tembang macapat. All three types follow strict rules of poetic construction. These forms are highly influential in Javanese gamelan.
Attributes | Values |
---|
rdfs:label
| - Macapat (in)
- Javanese poetry (en)
|
rdfs:comment
| - Javanese poetry (poetry in the Javanese or especially the Kawi language; Low Javanese: tembang; High Javanese: sekar) is traditionally recited in song form. The standard forms are divided into three types, sekar ageng, sekar madya, and sekar macapat, also common with the ngoko terms: tembang gedhé, tembang tengahan, and tembang macapat. All three types follow strict rules of poetic construction. These forms are highly influential in Javanese gamelan. (en)
- Macapat (bahasa Jawa: ꦩꦕꦥꦠ꧀) adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang disebut guru lagu. Macapat dengan nama lain juga bisa ditemukan dalam kebudayaan Bali, Sasak, Madura, dan Sunda. Selain itu macapat juga pernah ditemukan di Palembang dan Banjarmasin. Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti, penafsiran lainnya ada pula. Macapat diperkirakan muncul pada akhir Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga, tetapi hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di Jawa Tengah. Sebab, di Jawa Ti (in)
|
dcterms:subject
| |
Wikipage page ID
| |
Wikipage revision ID
| |
Link from a Wikipage to another Wikipage
| |
sameAs
| |
dbp:wikiPageUsesTemplate
| |
has abstract
| - Javanese poetry (poetry in the Javanese or especially the Kawi language; Low Javanese: tembang; High Javanese: sekar) is traditionally recited in song form. The standard forms are divided into three types, sekar ageng, sekar madya, and sekar macapat, also common with the ngoko terms: tembang gedhé, tembang tengahan, and tembang macapat. All three types follow strict rules of poetic construction. These forms are highly influential in Javanese gamelan. (en)
- Macapat (bahasa Jawa: ꦩꦕꦥꦠ꧀) adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang disebut guru lagu. Macapat dengan nama lain juga bisa ditemukan dalam kebudayaan Bali, Sasak, Madura, dan Sunda. Selain itu macapat juga pernah ditemukan di Palembang dan Banjarmasin. Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti, penafsiran lainnya ada pula. Macapat diperkirakan muncul pada akhir Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga, tetapi hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di Jawa Tengah. Sebab, di Jawa Timur dan Bali macapat telah dikenal sebelum datangnya Islam.Karya-karya kesusastraan klasik Jawa dari masa Mataram Baru, pada umumnya ditulis menggunakan metrum macapat. Sebuah tulisan dalam bentuk prosa atau gancaran pada umumnya tidak dianggap sebagai hasil karya sastra namun hanya semacam 'daftar isi' saja. Beberapa contoh karya sastra Jawa yang ditulis dalam tembang macapat termasuk Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, dan Serat Kalatidha. Puisi tradisional Jawa atau tembang biasanya dibagi menjadi tiga kategori: tembang cilik, tembang tengahan dan tembang gedhé. Macapat digolongkan kepada kategori tembang cilik dan juga tembang tengahan, sementara tembang gedhé berdasarkan kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuno, tetapi dalam penggunaannya pada masa Mataram Baru, tidak diterapkan perbedaan antara suku kata panjang ataupun pendek. Di sisi lain tembang tengahan juga bisa merujuk kepada kidung, puisi tradisional dalam bahasa Jawa Pertengahan. Kalau dibandingkan dengan kakawin, aturan-aturan dalam macapat berbeda dan lebih mudah diterapkan menggunakan bahasa Jawa karena berbeda dengan kakawin yang didasarkan pada bahasa Sanskerta, dalam macapat perbedaan antara suku kata panjang dan pendek diabaikan. (in)
|
prov:wasDerivedFrom
| |
page length (characters) of wiki page
| |
foaf:isPrimaryTopicOf
| |
is Link from a Wikipage to another Wikipage
of | |
is Wikipage redirect
of | |