dbo:abstract
|
- Pong Tiku (also spelled Pontiku and Pongtiku; 1846 – 10 July 1907), known among his Buginese allies as Ne' Baso, was a Torajan leader and guerrilla fighter who operated in southern Sulawesi, part of modern-day Indonesia. The son of the lord of Pangala', after Tiku captured the neighbouring kingdom Baruppu' he became its leader, later ruling Pangala' after his father's death. By exploiting the coffee trade and allying with the lowlands Buginese, Tiku was able to obtain large amounts of wealth, land, and power. During the (1889–1890), his capital at Tondon was razed by another lord, but retaken the same day. When the Dutch colonials, based in Java, invaded Sulawesi in the early 1900s, Tiku and his soldiers utilised fortresses to withstand and launch attacks. Captured in October 1906, in January 1907 he escaped and remained at large until June. He was executed several days later. Tiku was the longest lasting resistance leader in Sulawesi, such that Governor-General J. B. van Heutsz considered him damaging the stability of Dutch control over the region and dispatched the Governor of Sulawesi to oversee his capture. Since his death, Tiku has been used as a symbol of Torajan resistance. Long commemorated in Sulawesi, he was officially declared a National Hero of Indonesia in 2002. (en)
- Pong Tiku (juga dieja Pontiku dan Pongtiku; 1846 – 10 Juli 1907), yang dikenal di antara sekutu Bugisnya sebagai Ne' Baso, adalah seorang pemimpin Toraja dan pejuang gerilya yang beroperasi di Sulawesi bagian selatan. Putra dari penguasa Pangala', Tiku merebut kerajaan tetangga yang bernama Baruppu' dan menjadi pemimpinnya, setelah kematian ayahnya, ia juga memerintah Pangala'. Karena perdagangan kopi dan bersekutu dengan suku Bugis dataran rendah, Tiku mampu memperoleh kekayaan, tanah, dan kekuasaan yang besar. Selama Perang Kopi (1889–1890), ibu kotanya di Tondon dihancurkan oleh penguasa lain, namun dapat direbut kembali pada hari yang sama. Ketika kolonial Belanda, yang berbasis di Jawa, menginvasi Sulawesi pada awal 1900-an, Tiku dan tentaranya memanfaatkan benteng untuk bertahan dan basis untuk melancarkan serangan. Ditangkap pada Oktober 1906, namun pada Januari 1907, ia berhasil melarikan diri dan tetap buron hingga Juni. Dia dieksekusi beberapa hari kemudian. Tiku adalah pemimpin perlawanan paling lama di Sulawesi, sehingga Gubernur Jenderal J. B. van Heutsz menganggapnya perusak stabilitas kontrol Belanda atas wilayah Sulawesi dan mengirim Gubernur Sulawesi untuk mengawasi penangkapannya. Sejak kematiannya, Tiku telah digunakan sebagai simbol perlawanan Toraja. Panjang diperingati di Sulawesi, ia resmi dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 2002. (in)
|