| dbo:abstract
|
- Malays played a significant role in pre-Hispanic Philippine history. Malay involvement in Philippine history goes back to the Classical Era with the establishment of Rajahnates as well as the Islamic era, in which various sultanates and Islamic states were formed in Mindanao, the Sulu Archipelago, and around Manila. Malays made large contribution to Philippine history, and influenced modern-day lifestyles of Filipinos. The Malay language was the lingua franca of the archipelago prior to Spanish rule due to the religious history of the Malay Archipelago. Although the modern Philippines does not have a huge majority or minority of Ethnic Malays today, (Filipinos who identified as Ethnic Malay make up 0.2% of the total population), the descendants of Ethnic Malays have been assimilated into the wider related Austronesian Filipino culture, characterized by Chinese and Spanish influence, and Roman Catholicism. Malay cultural influence is still strong in the culturally conservative regions of Mindanao, southern Palawan, the Sulu Archipelago, and to some extent in rural of the Visayas and Luzon, where much Malay involvement and intermixing came during the classical era. In the modern day, the closest cultural population to Malays are the Moro peoples, the native Islamized populations of the Philippines that inhabit Mindanao, Sulu Archipelago, parts of Visayas and Metro Manila and its environs. They follow a culture and lifestyle somewhat similar to Malays (predominantly in dress code and religion), although this culturally differs in the areas that these groups follow traditions native to or unique to the Philippines, such as cuisine, traditional music, and language (which belong to the Visayan, Danao, and Sangiric branches of Philippine languages, and Sama-Bajaw languages). There is an often a lot of confusion in the Philippines between "ethnic Malays" and "Malay race", a term coined for brown-skinned Austronesian natives of not only the Philippines, but also of Malaysia, Indonesia, Brunei, Singapore and southern Thailand. The country had its own Malay nationalism, un-associated with the anti-colonial struggle in the British and Dutch East Indies. The Philippine nationalism occurred towards the end of Spanish occupation and was spearheaded by José Rizal. Unlike the Malay nationalism and "Malayness" in Indonesia which was defined by the ethnic group, and in Malaysia which was defined by Islam as well as being of the ethnic group, Rizal's movement was that of a secular vision to unify the natives of the Malay Archipelago and the Malay Peninsula, believing them to have falsely been divided by colonial powers. (en)
- Suku Melayu di Filipina merupakan sekelompok etnis asli yang berada di Filipina bagian Selatan khususnya di sekitar kepulauan Sulu dan Mindanao. Orang Melayu memainkan peran penting dalam sejarah Filipina pra-Hispanik. Keterlibatan Melayu dalam sejarah Filipina kembali ke Era Klasik dengan berdirinya Rajahnate serta era Islam, di mana berbagai kesultanan dan negara Islam dibentuk di Mindanao , Kepulauan Sulu, dan sekitar ibukota Manila. Orang Melayu memberikan kontribusi besar bagi sejarah Filipina, dan memengaruhi gaya hidup orang Filipina modern. Bahasa Melayu adalah lingua franca di Nusantara sebelum kekuasaan Spanyol. Karena sejarah agama Melayu Nusantara. Meskipun Filipina modern tidak memiliki mayoritas atau minoritas besar Etnis Melayu hari ini, (orang Filipina yang diidentifikasi sebagai Etnis Melayu mencapai 0,5% dari total populasi), keturunan Etnis Melayu telah berasimilasi ke dalam budaya Filipina Austronesia terkait yang lebih luas, dicirikan oleh pengaruh Cina dan Spanyol, dan Katolik Roma. Pengaruh budaya Melayu masih kuat di wilayah konservatif budaya Mindanao, Palawan Selatan, Kepulauan Sulu, dan sampai batas tertentu di pedesaan Visayas dan Luzon, di mana banyak keterlibatan dan pencampuran Melayu terjadi selama era klasik. Di zaman modern, populasi budaya yang paling dekat dengan Melayu adalah orang Moro, penduduk asli Filipina yang diislamkan yang mendiami Mindanao, Kepulauan Sulu, sebagian Visayas dan Metro Manila dan sekitarnya. Mereka mengikuti budaya dan gaya hidup yang agak mirip dengan Melayu (terutama dalam tata cara berpakaian dan agama), meskipun ini berbeda secara budaya di daerah-daerah di mana kelompok-kelompok ini mengikuti tradisi asli atau khas Filipina, seperti masakan, musik tradisional, dan bahasa (yang termasuk dalam cabang bahasa Filipina Visayan, Danao, dan Sangiric, dan bahasa Sama-Bajaw ). Sering ada banyak kebingungan di Filipina antara "etnis Melayu" dan "ras Melayu", sebuah istilah yang diciptakan untuk penduduk asli Austronesia berkulit cokelat tidak hanya dari Filipina , tetapi juga dari Malaysia, Indonesia, Brunei, Singapura, dan Thailand Selatan. Negara ini memiliki nasionalisme Melayu sendiri, tidak terkait dengan perjuangan anti-kolonial di Inggris dan Hindia Belanda. Nasionalisme Filipina terjadi meskipun pendudukan Spanyol telah berakhir dan dipelopori oleh José Rizal. Berbeda dengan nasionalisme Melayu dan Kemelayuan di Indonesia yang didefinisikan oleh suku, dan di Malaysia yang didefinisikan oleh Islam dan juga sebagai suku, gerakan Rizal adalah visi sekuler untuk menyatukan penduduk asli Kepulauan Melayu dan Semenanjung Malaya, percaya bahwa mereka telah dibohongi oleh kekuatan kolonial. (in)
|
.jpg?width=300)
.jpg?width=300){kind=link}
.jpg){kind=link}
.jpg){kind=link}